Profil Komunitas Santa Maria - Surabaya

Komunitas : Santa Maria Surabaya
Suster Perintis : Sr. Louise Demarteau, Sr. Euphrasie Webb, Sr. Alphonse Portmans, Sr. Augustine Philipsen, Sr. Marie Geraedts
Karya Kerasulan : Pendidikan formal (TK/TB-SD-SMP-SMA), rumah transit

LATAR BELAKANG SEJARAH

Pada tanggal 3 Oktober 1863 kapal “Zephir” siap berlayar dari Batavia menuju Surabaya dan membawa serta 5 orang suster Ursulin dari biara ursulin di Noordwyk (sekarang Juanda-Jakarta). Perjalanan ditempuh lebih dari 10 hari dan tibalah mereka di Tanjung Perak pada tanggal 14 Oktober 1863. Pastor M. van den Elzen, SJ menghantar mereka ke rumah yang baru di Jalan Krembangan. Rumah ini dipakai sementara saja karena terlalu kecil sehingga atas bantuan Pastor M. van den Elzen, para suster bersusah payah mengumpulkan uang untuk membeli sebuah hotel Commerce di Donkersteeg (sekarang Kepanjen) atau Tempelstraat karena ada kelenteng besar untuk mendirikan biara dan sekolah dasar yang diberi nama Santa Angela. Selanjutnya, biara Ursulin pertama di Surabaya disebut Kepanjen dan Sr. Louise Demarteau dipilih menjadi pemimpin biara. Selain SD Santa Angela, didirikan juga SD Santa Ursula untuk anak-anak yang tidak mampu, sekolah Frὄbel (TKK) untuk anak-anak kecil dan sekolah guru Santa Catarina.


Sr. Louise Demarteau menjalankan tugas sampai tanggal 14 April 1890. Kemudian, beliau digantikan oleh Sr. Angèle Flecken. Pada masa kepemimpinan beliaulah Kepanjen dan filiaalnya di Malang menggabungkan diri dengan Uni Roma Santa Ursula pada tahun 1901. Tanggal 27 Februari 1920, atas desakan masyarakat, para suster Ursulin Kepanjen di bawah kepemimpinan Sr. Augustine Korndὄrfer membeli sebidang tanah di Jalan Raya Kupang (sekarang Jl. Raya Darmo) yang pada masa itu merupakan daerah persawahan untuk membangun sekolah menengah (HBS-Hogere Burger School). Pada awal mula, ide ini dicemooh dan dianggap kurang bijaksana karena siapa yang mau menyekolahkan anaknya di gedung sekolah yang terletak di tengah sawah. Sr. Augustine Korndὄrfer mempunyai keyakinan dan tekat yang kuat.


Tanggal 31 Juli 1921 terjadi peristiwa penting lain yaitu peresmian Gereja Katolik Hati Kudus Yesus (sekarang Katedral) di Jl. Raya Anita (sekarang Jl. Dr. Soetomo). Pada tanggal 26 Juni 1922, Suster Ursulin di Surabaya meresmikan gedung baru di Jl. Raya Kupang. Orang tua berduyun-duyun datang mendaftarkan anaknya karena takut tidak akan mendapat tempat. Sr. Xavier Looymans terpilih menjadi pemimpin di Kupang. Tahun 1924 tercatat 435 murid yang mendaftar.
Untuk keperluan retret dan berlibur, para suster membeli tanah di desa Pacet karena sebelum Konsili Vatikan II, suster misionaris tidak boleh bercuti ke Eropa. Tanggal 20 April 1931, rumah di Pacet selesai dibangun dan diberi nama “Stella Matutina” (sekarang Wisma Bintang Kejora), di bawah perlindungan Santo Yosef. Pada pertengahan tahun 1931 nama “Jl. Raya Kupang” diganti dengan “Jl. Raya Darmo” dan Komunitas Kupang ikut diganti namanya menjadi Komunitas Darmo.

Kota Surabaya tidak luput dari keganasan Perang Dunia II. Tanggal 10 Maret 1942, kota Surabaya diduduki tentara Jepang. Pada permulaan tahun 1943, atas perintah pembesar tentara Jepang, semua sekolah ditutup. Tak lama kemudian, tanggal 4 September 1943, semua orang Belanda termasuk para suster dan pastor dipaksa masuk kamp tahanan. Tercatat 22 suster Belanda dari Komunitas Darmo yang dipaksa masuk kamp tahanan dan hanya 4 suster yang tinggal karena berkebangsaan Jerman dan Indo-Belanda.
Setelah perang, para suster yang diasingkan kembali ke Biara Darmo dan melihat keadaan biara yang rusak parah dan sebagian hancur sehingga harus diperbaiki setahap demi setahap. Walaupun demikian, mereka bahagia karena dapat kembali ke kota Surabaya yang tercinta. Terlebih lagi karena mereka masih hidup dan bisa hidup di biara sendiri. Tanggal 6 April 1946, dengan truk tentara, para suster memasuki “Van Imhofflaan” (sekarang Jl. Tumapel) dan langsung masuk kapel untuk mengucapkan syukur. Tak ada pena yang dapat melukiskan perasaan yang memenuhi hati mereka.

Tanggal 18 Agustus 1949 sekolah mulai dibuka kembali (SD, HBS, MMS dengan bahasa Belanda dan SMP sudah memasuki tahun kedua), namun tenaga para suster telah sangat berkurang karena banyak suster yang meninggal dalam masa perang. Tanggal 24 Mei 1950, dengan berat hati diputuskan untuk menyerahkan Kepanjen kepada Tarekat Santa Perawan Maria (SPM) dan Frater Bunda Hati Kudus (BHK). Sebagian suster dari Kepanjen pindah ke Darmo dan sebagian lagi pindah ke Madiun. Pada bulan Juli 1950 tercatat 34 suster di Komunitas Darmo dengan pimpinan Sr. Rodriguez.

Pada tanggal 27 Februari 1951, Muder Jenderal, Sr. Marie de Saint Jean Martin (berkebangsaan Perancis) mengunjungi Komunitas Darmo dan memberikan kekuatan dan semangat baru bagi para suster. Pada tahun 1954 atas permintaan Uskup Surabaya, Mrg. J. Klooster, Sekolah Pendidikan Guru Santa Maria dibuka kembali. Tanggal 31 Maret 1956, Yayasan persekolahan didirikan dan disebut Yayasan Paratha Bhakti yang artinya siap untuk berbakti.

Pada tahun 1967 berdirilah SMP Santo Yusuf di Pacet. Sementara itu, rumah tempat retret para suster dibangun kembali karena selama perang rumah itu dirusak dan lahannya dipakai untuk sawah-ladang. Pada tahun 1971, karya kerasulan Komunitas Darmo meliputi karya pendidikan di sekolah serta asrama Santa Maria I, SMP Santo Yusuf-Pacet, asrama Santa Maria II untuk mahasiswi di Thamrin.
Dengan memperhatikan perkembangan masyarakat akan pendidikan serta pendampingan kaum muda dalam mempersiapkan masa depannya menjadi pribadi yang utuh, mandiri, dewasa dan bertanggung jawab, maka para Ursulin Surabaya tergerak untuk mengembangkan karya kerasulan yang disemangati oleh Santa Angela di Sidoarjo, tepatnya di Perumahan Citra Fajar Golf Sidoarjo dengan peletakan batu pertama pada tanggal 8 Agustus 2001. Sekolah berjalan dengan baik dan banyak yang mendaftar, namun pada tahun 2006 terjadi musibah lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo. Para orang tua merasa ketakutan akan bahaya lumpur Lapindo dan ada di antara mereka yang memutuskan pindah dari Sidoarjo. Hal itu berdampak pada penurunan jumlah murid sebesar ± 40%. Sampai sekarang, tidak ada kenaikan jumlah murid yang signifikan.

Pada tanggal 28 Januari 2013, para suster Ursulin Surabaya membuka tahun yubilium, 150 tahun kedatangan para suster Ursulin di Surabaya yang jatuh pada tanggal 14 Oktober 2013. Saat ini, Komunitas Santa Maria Surabaya ditempati oleh 17 suster di bawah pimpinan Sr. Cecile Marijanti dengan karya kerasulan di sekolah meliputi TK/TB, SD, SMP, SMA Santa Maria Surabaya dengan jumlah murid sebanyak 1777 orang, TK/TB, SD, SMP Santa Maria II Sidoarjo sebanyak 584 orang dan SMP Santo Yusuf-Pacet dengan jumlah murid 213 orang. Komunitas di Surabaya juga menjadi rumah induk dari Pacet, Dili dan Baucau (Timor Leste) dan menjadi rumah transit bagi suster/pastor yang sedang dalam perjalanan keluar atau ke Jawa.

Kesiapsediaan untuk melayani Tuhan dalam diri anak-anak mewarnai kesiapsiagaan para suster dan guru untuk membantu mengembangkan ilmu, bakat, keterampilan dan kepribadian kepada putra-putri yang dipercayakan oleh orang tua kepada sekolah ini.