Komunitas: Otista-Jakarta
Tanggal Berdiri: 24 Oktober 1938
Suster Perintis: Suster Adrienne, Suster Ludgarde
Karya Kerasulan: Panti Asuhan, Pendidikan
LATAR BELAKANG SEJARAH
Pada tahun 1855, Pater H. van der Grinten yang waktu itu menjabat sebagai Pastor Kepala Katedral mengundang beberapa tokoh awam untuk mendirikan Vereeniging van den H. Vincentius a Paulo (Yayasan S. Vincentiusdari Paul) agar semangat cintakasih dengan mengamalkan tugas-tugas Kristiani dan perbuatan amal tetap terpelihara.
Notaris yang menyiapkan akta pendirian adalah Notaris J.R.Kleijn. Pada tahun 1856 akta tersebut mendapat pengakuan dari pemerintah dan beliau menjadi presiden pertama (1856-1859). Yayasan ini memulai karyanya dengan sangat sederhana. Mereka menitipkan anak-anak yang membutuhkan bantuan ke keluarga-keluarga katolik. Kemudian 1 april 1862 yayasan menyewa sebuah rumah di ”Bazaar Baroe” yang ditempati 25 anak. Baru 2 tahun berselang yayasan kehabisan uang sehingga dalam perencanaan anak-anak puteri ini akan dititipkan kembali ke beberapa keluarga katolik.
Pada saat itu, suster Ursulin (OSU) menawarkan jalan keluar. Para Suster menerima 24 anak puteri di rumah mereka Kleineklooster di Jl. Pos 2 ( sekarang Biara St. Ursula). Tahun 1871, rumah ini terbakar habis sehingga anak-anak terpaksa hidup di rumah-rumah bamboo sampai akhirnya dibangun lagi rumah yang baru pada tahun 1885 untuk menampung 80 anak.
Pada tahun 1893 , Pastor van Santen SJ membuka dan memberkati St. Joseph Stichting di Kwini. Rumah ini menampung 29 anak laki-laki yang selama ini dititipkan oleh Vincentius kepada keluarga-keluarga katolik setempat. Kedua rumah yatim-piatu ini bergantung hidup pada kebaikan hati para donator dan dari kolekte berkala.
Tahun 1910 terjadi kemajuan besar. Yayasan membeli tanah di Jl. Kramat Raya 134 dan membangun rumah penampungan. Setelah lima tahun, sebuah bangunan modern dirancang dan dibangun oleh Firma Hulswit-Fermon-Cuypers yang juga merancang dan mendirikan banyak gedung untuk Gereja. Bangunan baru tersebut menjadi asrama untuk anak laki-laki.
Anak-anak perempuan dipindahkan dari Jl. Pos ke Kramat dan tinggal di belakang. Jumlah anak saat perpindahan ini ada 47 anak. Delapan orang suster ursulin diutus untuk menemani mereka dan membuka komunitas baru di kramat di bawah pimpinan Muder Ludgarde. Waktu terus berjalan, jumlah anakpun terus bertambah. Gedung di Kramat semakin penuh sesak dan tidak bisa menampung anak yang semakin banyak.
Tahun 1938, dibuka rumah baru di Bidaracina ( Sekarang Jl. Otista 76-Jakarta Timur ) untuk menampung anak-anak puteri. Bangunan Panti Asuhan Vincentius Puteri ini dirancang oleh arsitek ternama yang juga merancang Gereja katolik Teresia-Menteng (1934) yaitu Th. van Oyen. Pada tanggal 9 Februari 1938, peletakan batu pertama pembangunan kompleks Vincentius –Bidaracina dilakukan oleh Mqr. Willekens. Beliau juga yang meresmikan penggunaan seluruh gedung pada tanggal 24 Oktober 1938.
Pada bulan yang sama Oktober 1938, 12 suster Ursulin dengan 300 anak puteri pindah dari Kramat ke Bidara cina dan membangun komunitas biara Ursulin yang baru di tempat ini. Pemimpin biara pada waktu itu adalah Muder Adrienne sementara Pimpinan Panti Asuhannya adalah Sr. Ludgarde. Para Ursulin langsung mendirikan sekolahan TK & SD untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak panti.
Pada masa pendudukan Jepang.
Sebelumnya anak-anak perempuan yang diusir dari Bidaracina(1942) oleh tentara jepang kembali ke Kramat, yang akhirnya terpaksa ditinggalkan juga ditinggalkan juga ( April 1944). Semua Pastor, Bruder dan suster sudah diinternir, sebagian anak ditampung di susteran di jl.Nusantara,Jl.Pos dan di rumah-rumah yatim Piatu di Jl. Veteran. Rumah Vincentius digunakan oleh Jepang untuk menampung para Romusha yang menunggu pemberangkatan. Mereka kurus dan sakit, sehingga Dinas kebersihan kota kadang terpaksa mengangkut puluhan mayat. Selama perang, Vincentius sangat didukung oleh ketabahan Mqr. Willekens menghadapi tentara Jepang maupun kelihaian Tuan Helfrich yang mengumpulkan derma, mencari makanan dengan harga murah, memperoleh pembantu-pembantu sederhana namun berdedikasi tinggi dan mau berkorban untuk anak-anak.
Puji Tuhan, tahun 1946 Jepang kalah perang dan gedung-gedung dikembalikan meskipun dalam keadaan yang sangat kotor dan banyak bagian yang rusak. Dalam keadaan ketiadaan dana 16 suster, 2 orang guru awam dan 300 anak puteri berkumpul lagi. Komunitas baru dibuka kembali dipimpin oleh Sr. Angela Greynen. Mereka mulai memperbaiki kerusakan dan mula ibelajar terutama di SD. Beberapa anak berjalan kaki ke SMP Ursulin di Matraman {kini Sekolah Marsudirini yang diselenggarakan oleh susterFransiskanes (OSF)} sampai membuka SMP di Bidaracina.
Sejak awal berdiri mayoritas anak di panti asuhan adalah anak Indo ( hal ini sesuai dengan tujuan awal pendiri yaitu menyelamatkan anak anak hasil hubungan kumpu kebo para tentara dan para nyai yang ditinggalkan bapaknya sementara ibunya sendiri tidak mampu. Banyak anak tidak bersekolah, kurang mengenal agama, dan tidak memiliki bekal keterampilan maupun keahlian, sehingga untuk anak puteri mempunyai kendala yaitu sukar mendapat suami yang baik.)
Waktu itu, 26 Februari 1946 terjadi perubahan kebijakan dalam hal penerimaan anak yaitu: Anak semua suku bangsa yang perlu dan dapat dibantu diterima. Hal ini menyebabkan dominasi untuk anak indo tiada lagi.
Pada Tahun 1950 nama lembaga diindonesiakan menjadi Perhimpunan Vincentius Djakarta.
Tahun 1953 secara administrasi PA.Vincentius Puteri – Bidaracina resmi terpisah dari Kramat walaupun tetap satu lembaga.